Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Surat #6

Telah sampai bingkisan biru yang sudah kunanti-nanti semenjak perjumpaan kita di hutan Purwodadi. Saat aku berburu Babi ditengah hutan, kamu datang menghampiri perkemahanku dengan membawa makanan kesukaanku yaitu nasi goreng. Seroja, masihkah kau ingat bahwa sandalmu pernah jebol disaat berjalan menemuiku? hiuh hiuh hiuh, ini adalah momen pertama perempuan selain ibu yang memperdulikanku. Saat aku sedang makan, kau berjanji untuk memberikan bingkisan yang paling aku idam-idamkan dan akan kau bungkus dengan warna biru suatu saat nanti, lalu aku bertanya "Apa itu Seroja?". Kau tak menjawab namun hanya tersenyum. hmm Oh... Serojaku sungguh makhluk misterius. Tujuanku menulis surat yang ke-6 ini adalah sebagai ucapan terimakasih atas surat balasan yang sudah kau kirimkan beserta bingkisan itu untukku. Aku kira itu ulah Nur yang sengaja nggudo, karena paketmu itu dikirim oleh Pak Ben yang kini menjadi kurir online selain kerja utamanya sebagai tukang sate. Dulu Nur juga seri

Pasal Kekosongan

Masihkan kita tetap disibukkan oleh hal-hal yang berbau mistis? padahal sampai sekarang aku masih tak tahu bau mistis itu seperti apa. Apakah seperti melati keraton? atau seperti Bunga Kenanga?  atau seperti bau Ikan Asin?, mboh lah. Bagiku tak ada bau mistis, heuheuheu namun jika ada yang terdekat mendekati bau mistis adalah Bunga Sedap Malam di kamar pengantin baru saat malam pertama, lha tidak mistis bagaimana. suasananya sunyi, sepi, hening, senyap, seketika waktu terjeda oleh nafasmu. Kemarin aku berjalan-jalan ke pasar di jalan Malioboro. Satu-satunya tempat yang mengingatkanku akan suasana menunggu delman depan rumah saat ibu mengajakku ke pasar di Desaku jaman dulu. Bau kotoran kuda itu loh, hmmm sedaaap. jika disuruh memilih parfum Clive Christian Imperial Majesty atau kotoran kuda itu, aku lebih memilih kotoran kuda. Baunya lebih mistis, parfum mahal itu tak dapat menarikku ke dimensi lain. tapi bau kotoran kuda selalu menyeretku ke dimensi lain dan selalu ku dengar suar

Surat #5

Tak semua makhluk hidup mau mendengarkan ceritaku, ruwet. selama mereka masih gemar membeli mie instan, selama itu mereka tak akan mau mendengar. Sial nasibku, untuk mendengar saja mereka tak mau apalagi mengerti.  Mohon maaf Seroja, Suratku yang kelima ini aku agak kesal untuk menulisnya. hmm. kemarin aku mencari penjual sate di samping Fortin de la Galera. Didekat pantai Venezuela itu tak kulihat sedikitpun penjual makanan, perutku mendesak untuk segera makan atau kalau tidak mereka akan melakukan kongres untuk menggantikan hak kepemimpinan atas tubuhku. namun bagaimana? nasib berkata lain. Tak ada sedikitpun penjual makanan disana.  Perut lapar, namun masih belum kau  balas surat-suratku. sudah cukup. Wakil-wakil yang kayaknya sudah dikirm Tuhan untuk menjawab pertanyaannku nampaknya mereka sudah menyerah. Aku rasa hanya kamu yang mampu menjawabnya. karena pertanyaanku tak berisi kata apapun. mereka kebingungan, "Apa yang harus aku jawab" kata seorang utusan. bagi