Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Surat #4

      Serojaku jauh, Serojaku ku Rindu.      Sudah masuk pada bilangan 4 jumlah surat-surat yang ku kirimkan. Aku tak sekejam beberapa orang yang sedang jatuh cinta. Meringkus dan memotong-motong senja dengan se-enak udelnya, untuk merayu-rayu kekasihnya agar rasa cinta kekasihnya itu bertambah. Sialan... tetap saja mereka bilang aku kurang ajar. ya, kau tahukan aku tak harus menebang pohon-pohon rindang hanya untuk membuat tusuk gigi? atau, kubeli tisu toilet seharga ratusan juta hanya untuk ... oh sial-sial. mengapa belum juga kau balas surat-suratku?. Kudengar, kini kau sedang asyik travel ke Masvingo, Zimbabwe ya? kau tahu setelah kudengar kau melancong kesana, ku coba untuk ngasih tahu siapapun yang kemungkinan bisa menghubungimu supaya ngasih kabar bahwa kau kutunggu di jembatan Sungai Zambezi, di Livingstone Way. Pemandangannya indah, jadi teringat oleh senyummu. heuheuheu. Btw dalam rangka apa kau pergi ke Masvingo? Bulan madu? wadduuh gimana sih.. Bulan atau Madu? jangan

Surat #3

Dengan datangnya surat ke-3 ku ini,       Belum pula kau balas, walau selembar kertas bahkan sepatah kata pun belum juga kau kirimkan untukku. terakhir kita saling kirim ya waktu hari itu, janjian di taman Lodi kota New Delhi. Kau tahu Seroja, ditengah-tengah taman itu ada bangunan tua kayaknya bekas masjid soalnya banyak tulisan-tulisan kaligrafi di dinding dan kubahnya. hmm tapi ga tahu pula pastinya bangunan itu apa, aku ga fokus baca-baca soalnya waktu itu kamu lapar dan pengen makan soto, salah satu makanan favoritmu. Akhirnya aku putuskan menghentikan acara basa-basi dan jalan-jalan kita, dan kita ubah jadi wisata kuliner. hiuh hiuh hiuh. Sayangnya warung soto saat itu tak kita jumpai meski kita sudah keliling seluruh tempat makan daerah situ, apa yang kita rencanakan dan inginkan itu belum tentu pasti ada dan terjadi. alhasil aku tawarkan somay siapa tahu kau mau. Syukur akhirnya kau mau makan Seroja. Namun ada sesuatu yang tak beres dari caramu mengunyah makanan itu. hmm lal

Rohmu, Seroja

Kunamai paragraf pertama ini sebagai intro dari kata-kata selanjutnya. Sesuai permintaanmu kau minta dibikinin puisi, hiuh padahal puisi itu sudah tak up to date alias sudah jadul tapi ya gpp lah. Untuk wanita sepertimu apa yang gabisa, biar ku coba. Hiuh hiuh hiuh. Jika kau tahu Kekasih, aku cukup canggung untuk merangkai kalimat. Hmm jangankan kalimat, memilih huruf apa yang harus aku rangkai untuk menjadi kata saja sungguh sangat menegangkan. Seperti saat menunggu giliran maju sidang akhir. Ya seperti itulah. # Kisahku, Belum mati Seroja Setelah dulu semua cara ku coba Untuk meyakinkanmu namun tak bisa Baiklah aku percaya Aku ingin mencintaimu dengan sederhana Seperti kata Pak Sapardi Lalu kau mulai bertanya, - sesederhana apa? Sesederhana pertemuan antara air dan gula Kau bertanya lagi, - megapa? Aku ingin meleburkan cinta, dan kan ku hapus “aku” tuk tinggalkan rasanya saja Jika ragamu tak bisa kumiliki sepenuhnya Dan menye

Surat #2

Gamis dan Kotoran Sapi       Seroja, cerita ku kali ini dimulai saat suasana masih terang menjelang gelap, atau kita biasa menyebutnya dengan senja. Sekitar 10 menit lagi waktu maghrib di area sini. Dan ya, seperti orang pada umumnya aku berniat ke masjid untuk menunaikan kewajibanku terhadap Kekasihku, Tuhan Yang Maha Esa. Tapi terlebih dahulu kuganti pakaian kerjaku yang sudah terkena beberapa minyak dan oli atau apapun itu yang tak ku ketahui lagi. Aku khawatir kalau pakaian ini sudah tak suci lagi, sehingga setiap hari aku bawa dua pakaian untuk kerja dan untuk sembahyang. Eh Seroja jangan pikir aku orang baik-baik hanya karena aku sholat di masjid lho… nanti kau ketipu.. hmm       Okelah Seroja.. Setelah kuganti dengan gamis, barulah aku berangkat ke masjid dekat sini. Sekitar 500 meter dari tempatku kerja. Penampilanku berubah total, hiuh hiuh. Dari preman jadi seperti orang yang taat, dengan jubah panjang namun masih diatas mata kaki dan sorban merah putih khas Arab di p